Oleh : Drs.Firdaus Abdullah
Kita maasih mendengar keluhan dari para investor dalam mengurus izin disebabkan pelayanan yang lambat, kurang transparan dan akuntable. Sementara juga masih ditemui kewenangan perizinan diproses diberbagai instansi daerah sehingga investor dipaksa memasuki banyak pintu perizinan. Pemerintah melihat permasalahan pelayanan tersebut merupakan tantangan yang harus dijawab sekaligus membuka peluang investasi daerah.
Tantangan Investasi Daerah.
Didalam penjelasan umum Undang-undang No.25 tahun 2007 menyebutkan permasalahan pokok yang dihadapi penanam modal dalam memulai usaha di Indonesia pengaturan mengenai pengesahan dan perizinan yang di dalamnya terdapat pengaturan mengenai pelayanan terpadu satu pintu. Permasalahan tersebut merupakan tantangan pemerintah daerah dalam memperbaiki penyelenggaraan pelayanan investasi sesuai kebijakan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) sehingga pengurusan perizinan yang terpencar menjadi terpusat pada satu lembaga.
Landasan kebijakan pelayanan terpadu satu pintu bidang penanaman modal adalah Peraturan Presiden No.27 tahun 2009 yang dalam pasal 1 menyatakan maksud Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu Perizinan dan Nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. Penerapan sistem PTSP mensyaratkan agar lembaga diberikan kewenangan dan proses perizinan mulai dari tahap permohonan hingga terbitnya izin dilakukan disatu tempat.
Penyelenggara pelayanan perizinan dan non perizinan dengan sistem PTSP adalah Perangkat Daerah Provinsi (PDPPM)/Perangkat Daerah Kabupaten/Kota (PDKPM) dibidang Penanaman Modal. Untuk Kabupaten dan Kota kelembagaan dapat berbentuk Kantor (eselon III) atau Badan (eselon II) di Provinsi yang disesuaikan dengan kepentingan daerah. Dalam menjalankan fungsi perizinan PTSP mendasarkannya pada pelimpahan kewenangan dari Bupati atau Gubernur sesuai lingkup kewenangannya dan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat. Walaupun telah diatur secara jelas tentang pelimpahan kewenangan beberapa daerah masih terkendala karena instansi teknis masih cenderung mempertahankan kewenangannya sehingga lembaga PTSP masih belum berfungsi secara maksimal.
Adanya masalah dalam pelimpahan wewenang ditanggapi oleh pemerintah dengan dikeluarkan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) tanggal 15 September 2010 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Pelayanan Penanaman Modal di Daerah. Pada prinsipnya SE bersama ini meminta kepada Gubernur dan Bupati segera melimpahkan sepenuhnya kewenangan pemberian perizinan dan non perizinan dibidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi kepada PDPPM dan kewenangan pemerintah kabupaten kepada PTSP. Sebagai organisasi pelayanan publik PTSP seharusnya dilengkapi dengan kewenangan tanpa kewenangan maka fungsi pelayanan tidak akan berjalan. Urusan penyelenggaraan penanaman modal juga diatur antara pemerintah pusat, provinsi dan kab/kota yang dirumuskan ; apabila kegiatan penanaman modal berlokasi di satu kabupaten merupakan kewenangan kabupaten, lokasi yang lintas kabupaten/kota kewenangan diprovinsi dan lintas provinsi menjadi kewenangan pemerintah pusat (BKPM). Semakin jelas pembagian urusan semakin jelas bagi investor dalam berurusan mengajukan permohonan perizinan.
Kejelasan kewenangan urusan penanaman modal modal juga terkait dengan tujuan pembentukan PTSP yang diatur dalam pasal 3 Perpres No.27 tahun 2009 bahwa untuk membantu Penanam Modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai Penanaman Modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan Perizinan dan Nonperizinan. Tujuan PTSP menekankan perlunya memberikan kemudahan pelayanan bidang penanaman dan kemudahan memperoleh informasi dengan percepatan, penyederhanan serta menghilangkan biaya. Sistem PTSP sama sekali tidak membebankan investor dengan biaya dan juga tidak membebankan lembaga PTSP kewajiban menyetor untuk APBD.
Implementasi kebijakan PTSP telah dijalankan 33 penyelenggara PTSP penanaman modal provinsi, 53 penyelenggara PTSP tingkat kabupaten, dan 44 penyelenggara PTSP tingkat kota. BKPM juga telah melakukan penilaian dan memverifikasi keberadaan PTSP tersebut dalam tahun 2010 hasilnya PTSP penanaman modal terbaik tingkat provinsi diraih oleh PTSP Provinsi Jawa Timur , Kota oleh Kota Cimahi dan Kabupaten oleh Kabupaten Sragen. Kesuksesan menyelenggaraan perizinan dan non perizinan karena mendapat dukungan penuh dari Gubernur dan Bupati/Walikotanya. Bagi PTSP yang kelembagaannya jelas dan telah mendapatkan pelimpahan kewenangan izin dan nonperizinan penanaman modal berdasarkan Peraturan Gubernur dan Peraturan Walikota sudah dapat mengeluarkan Izin Penanaman Modal Dalam Negeri (pmdn) yang selama ini dikeluarkan oleh BKPM.
Sejalan dengan kebijakan PTSP tesebut telah diterbitkan Peraturan Kepala BKPM No.11 Tahun 2009 yang mengatur tentang tatacara pelaksanaan, pembinaan dan pelaporan PTSP bidang penanaman modal. Dalam perka BKPM ini diatur bahwa bagi daerah yang memiliki lembaga PTSP dan telah diverifikasi oleh BKPM mendapatkan kualifikasi PTSP bintang 4 dan bintang 5, artinya PTSP ybs sudah dapat diberikan kewenangan izin dan non izin yang menjadi kewengan pemerintah pusat.
Peluang Investasi Daerah.
Di era persaingan global saat ini menjaga dan meningkatkan image positif dimata calon investor sangat penting. Image yang positif akan mempengaruhi investor untuk datang dan melakukan investasi. Terjadinya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan penanaman modal melalui kebijakan PTSP bidang penanaman modal akan mampu memberikan image yang positif dan menghapus imige negatif tentang buruknya pelayanan perizinan daerah dimata investor. Terbentuknya image positif memberikan nilai (velue) bagi daerah karena kemampuannya memproses izin dengan cepat membuka kesempatan yang lebih luas bagi daerah menjual peluang investasinya. Untuk membentuk image positif penting bagi pemerintah daerah menerapkan sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) penanaman modal didaerahnya.
Fungsi PTSP bukan hanya menyelenggarakan pelayanan perizinan dan non perizinan tetapi juga berfungsi menyusun peta investasi. Peta investasi merupakan sumber informasi untuk untuk mengetahui potensi dan peluang investasi pada suatu daerah. Data yang dihimpun dalam peta investasi harus akurat dan benar. Karena akurasi data dalam data base peluang investasi selama ini memang masih lemah, sehingga para investor yang awalnya merespon data investasi dengan antusias pada akhirnya dihadapkan kenyataan dilapangan jauh berbeda. Dalam teori disebutkan bahwa informasi yang disampaikan melalui kegiatan promosi dan publikasi pada akhirnya akan sampai pada moment of truth yaitu apakah informasi yang disebarkan sesuai dengan kenyataan, semakin lebar perbedaaan atau deviasi dilapangan maka semakin menurun kredibilitas suatu daerah dimata calon investor.
Pada akhirnya kemampuan daerah mengimplemetasikan kebijakan pelayanan terpadu satu pintu dibidang penanaman modal secara konsisten benar-benar akan menjawab permasalahan pelayanan perizinan disuatu daerah sehingga menimbulkan imige yang positif yang mampu membuka lebar pintu peluang investasi bagi investor yang potensial.
(Penulis adalah Widyaiswara Madya pada Pusdiklat BKPM, Jakarta)
Cetak