KIAT MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH
Oleh
Wahardi, S. Ag
1) PENDAHULUAN
Manusia menyadari bahwa hubungan yang dalam dan dekat dengan pihak lain akan membantunya mendapatkan kekuatan dan membuatnya lebih mampu menghadapi tantangan. Karena alasan inilah maka manusia kawin, berkeluarga, bermasyarakat bahkan berbangsa. Tidak ada yang lebih penting yang diharapkan oleh manusia dari sebuah perkawinan kecuali ketenangan (sakinah) dan kebahagiaan.
2) PENGERTIAN KELUARGA SAKINAH
Pengertian keluarga sakinah menurut Departemen Agama RI dalam Modul Keluarga Sakinah adalah keluarga yang dibina di atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang diliputi suasana kasih sayang anatar anggota keluarga dan lingkungan dengan selaras, serasi serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia.
Menurut mufasir kita Dr. Quraish Shihab, kata sakinah berarti ketenangan atau antonim kegoncangan. Kata ini tidak digunakan kecuali untuk menggambarkan ketenangan dan ketenteraman setelah sebelumnya ada gejolak apapun gejolak tersebut. Kecemasan menghadapi musuh atau benacana dan semacamnya bila disusul dengan ketenangan batin yang mendalam, maka ketenangan tersebut disebut sakinah. Cinta yang bergejolak di dalam hati yang diliputi oleh ketidakpastian, yang mengantarkan pada kecemasan akan membuahkan sakinah atau ketenangan bila dilanjutkan dengan perkawinan.
Manusia melaksanakan perkawinan bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan seksnya, namun lebih dariitu untuk mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidupnya.
3) KEBUTUHAN MANUSIA
Menurut Chorus (psikolog asal Belanda), untuk mewujudkan kehidupan bahagia seseorang harus terpenuhi tiga macam kebutuhannya yaitu:
1. Kebutuhan vita biologi seperti makan, minum dan hubungan seks.
2. Kebutuhan sosial kultural: pergaulan sosial, kebudayaan dan pendidikan.
3. Kebutuhan metafisis atau religius: gama, moral dan filsafat hidup.
Ketiga kebutuhan tersebut saling terkait dan harus dipenuhi secara integral, barulah manusia akan meraih kebahagiaannya.
Sementara menurut Sigmund Frued, dari sekian kebutuhan manusia yang paling dominan dalam menentukan kebahagian hidup adalah tertpenuhinya kebutuhan seksual.
Sedang dalam pandangan Islam, pemuasan kebutuhan seksual diatur dengan perkawinan yang sah agar mencapai ketenangan atau sakinah dan kenyamanan jiwa bagi pasangan suami isteri yang didasarkan atas cinta dan kasih sayang, sebagaimana firmanNya dalam QS. Ar Rum ayat 21
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøs9Î) @yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨uq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGt ÇËÊÈ
Artinya : “ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fii zilaalil Quran, yang dimaksud dengan sakinah dan mawaddah pada ayat di atas adalah rasa tenteram dan nyaman bagi jiwa dan raga serta kemantapan hati dalam menjalani hidup serta rasa aman damai dan cinta kasih terpendam jauh di lubuk hati manusia sebagai hikmah dari nikmat Allah kepada mahlukNya.
Ayat tersebut juga menerangkan bahwa hubungan seksual yang dilandasi dengan perkawinan yang sah akan membuahkan kebahagiaan lahir batin bagi pasangan suami isteri sebab di dalam diri masing-masing telah dibekali Allah dengan mawaddah dan rahmah.
Menurut Dr. Quarish Shihab mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk, ia adalah “cinta plus” yang sejati. Cinta saja boleh jadi akan pudar bahkan putus, namun mawaddah adalah cinta plus yang tidak akan memutuskan hubungan. Sedang rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul di dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan, sehingga mendorong yang bersangkutan untuk melakukan pemberdayaan. Rahmah, menghasilkan kesabaran, murah hati, tidak cemburu. Pemiliknya tidak angkuh, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak juga pemarah apalagi pendendam.
4) DIPERLUKAN KEMATANGAN
Potensi mawaddah dan rahmah dalam jiwa manusia bisa ditumbuhkan dalam jiwa masing-masing pasangan. Untuk menujang hal tersebut kedua belah pihak suami isteri seyogyanya memiliki kesiapan:
1. Kematangan Fisik
Kematangan fisik dapat diukur dari usia kesiapan jasmani. Dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 disyaratkan bagi laki-laki minimal umur 19 tahun dan perempuan umur 16 tahun. Dan bagi pasangan yang belum mencapai umur 19 tahun diwajibkan mendapat ijin dari orang tua atau walinya.
Untuk menjaga kesehatan fisik bagi kedua pasangan termasuk keturunan, sebelum dilangsungkan pernikahan calon mempelai wanita diharuskan mendapat imunisasi TT dan anemia gizi. Fungsinya untuk mencegah penyakit tetanus dan kekurangan darah bagi bayi yang akan dikandungnya.
Fisik yang sehat merupakan salah satu faktor yang penting guna mencapai tujuan perkawinan yang bahagia.
2. Kematangan Mental
Dalam suatu perkawinan terdapat pertemuan antara dua latarbelakang yang berbeda untuk menjadi satu, proses penyesuaian dan identifikasi harus terjdi bilaingin mewujudkan kebahagiaan.
Da hal tersebut hanya dapat dilakukan bila kedua belah pihak memiliki modal kematangan mental untuk selalu siap menyesuaikan diri dalam berbagai keadaan terhadap pasangannya sebab di dalam rumah tangga masing-masing harus mampu melakukan berbagai peran antara lain :
Sebagai pasangan sex, pendamping, sahabat, motivator, penasehat, stabilasator, orang tua, pemimpin dan lain sebagainya.
Han dan menyempurnakan kekurangan
Apabilaa berbagai peran ini dapat dilaksanakan dengan baik maka rumah tangga bahagia akan menhjadi kenyataan.
3. Kematangan Sosial
Kemampuan ini dapat dilihat dari kemampuan seorang dalam :
a) Membina hubungan antara anggota keluarga dan lingkungan
b) Hubungan antara anggota keluarga
c) Hubungan dengan tetangga dan masy rakat.
Tiga kesiapan di atas ( fisik, mental dan sosial) merupakan prasyarat utama yang harus dimiliki oleh calon pasangan suami istri sebelum memasuki gerbang pernikahan. Sedangkan setelah menikah atau masuk kedalam kehidupan berumah tangga diperlukan beberapa teknik atau kiat guna memaksimalkan fungsi kesiapan tersebut secara integral sehingga kebahagiaan akan tetapberlangsung.
Adapun kiat-kiat untuk memupuk kemesraan dalam rumah tangga adalah sbb:
1. Wujudkan kemitrasejajaran antara suami istri
2. Saling memuji kelebihan dan menyempurnakan kekurangan
3. Saling memberi hadiah
4. Saling memberi nasehat
5. Saling terbuka dan pengertian
6. Masing-masing menfungsikan diri :
· Suami harus berfungsi sebagai :
a. Pemimpin dan pembimbing istri dan anak
b. Pendidik dan pembina
c. Pemberi nafkah
d. Pelindung danpendamping istri
· Istri harus berfungsi sebagai :
a. Pendamping bagi suami, seorang istri adalah tempat berteduh dan tempat bercengkrama bagi suai. Istri yang slalu akan tetap setia menemani dan mendampingi suami dalam setiap kondisi dan situasi, baik suka maupun duka, menentramkan hati suami, iklas menjadi sahabat, kekasih dan ibu sehingga si suami semakin cinta dan sayang kepada istri.
b. Istri harus pandai menciptakan suasana yang penuh kebahagiaan dan ketenangan bagi suaminya. Dia harus pandai mengelola uang pemberian suami meskipun sedikit dengan baik. Menumbuhkan kegembiraan dan semangat hidup yang tinggi mengendalikan urusan rumah tangga dan selalu mendorong kemajuan suaminya agar terus memikul tanggungjawab keluarga dengan rasa suka cit.
c. Istri harus membantu dengan setia suaminya baik dalam suka maupun duka pada waktu senang maupun susah sehingga suami merasa dapat pengayoman pada saat sedih dan semangat pada saat sulit.
5) SAKINAH BUKAN BERARTI TANPA TANTANGAN/GONCANGAN
Kendatipun demikian perlu diingat meskipun kematangan fisik, mental dan sosial telah dimiliki tidak berarti rumahtangga itu tanpa gejolak. Dan adanya goncanganpun bukan berarti keluarga itu disebit tidak sakinah. Bukankah arti sakinah itu sendiri brarti ketenangan yang menggambarkan ketentraman di mana sebelumnya telah ada gejolak apapun betuk gejolak tersebut. Kerinduan yang dalam dan bergejolak akan orang yang dicintai dan diliputi ketidak pastian akan membuahkan sakinah bila dilanjutkan dengan perkawinan.
Bahwa sakinah harus didahului dengan gejolak, menunjukkan bahwa ketenangan yang dimaksud adalah ketenangan dinamis. Pasti di setiap rumah tangga ada saat-saat gejolak bahkan kesalahpahaman dapat terjadi, namun ia dapat segera tertanggulangi lalu melahirkan sakinah. Ia tertanggulangi bila agama, yakni tuntunan-tuntunannya, dipahami dan dihayati oleh anggota keluarga, atau dengan kata lain bila agama berperan baik dalam kehidupan keluarga.
6) PERJUANGAN MERAIH SAKINAH
Perlu juga diingat bahwa sakinah, tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Kalbu harus disiapkan dengan kesabaaran dan ketaqwaan, karena sakinah “diturunkan” Allah ke dalam kalbu. Sakinah dapat diraih setelah melalui beberapa fase:
1. Bermula dari mengosongkan kalbu dari segala sifat tercela dan buruk, dengan jalan menyadari kesalahan dan dosaa yang telah diperbuat,
2. Kemudian “memutuskan hubungan” dengan masa lalu yang kelam, dengan penyesalan dan pengawasan ketat terhadap diri menyangkut hal-hal mendatang,
3. Disusul dengan mujahadah/ perjuangan melawan sifat-sifat jiwa yang tercela, dengan mengedepankan sifat-sifatnya yang terpuji, mengganti yang buruk dengan yang baik, seperti kekikiran dengan kedermawanan, egoisme dengan pengorbanan dst.
4. Sambil memohon bantuan Allah dengan berdzikir kepada mengingatNya, yang kesemua itu dapat disimpulkan dengan upaya menghiasi diri dengan ketabahan dan ketaqwaan.
Sifat-sifat itulah yang mengantar kepada kwsadaran bahwa pilihan Allah adalah pilihan yang terbaik. Saat itu-pasti kecemasan--betapapun hebatnya—akan berubah menjadi ketenangan, dan ketakutan—betapapun mencekamnya – akan berubah jadi ketenteraman. Itulah tanda bahwa “sakinah” telah bersemayam di dalam kalbu.
7) PENUTUP
Untuk mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan keluarga atau perkawinan hendaknya dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum terjadinya akad nikah, bukan saja kesiapan materiil dan jasmani namun tidak kalah pentingnya adalah kesiapan mental dan spiritual.
Bahwa untuk meraih kesakinahan/ketenangan hakiki perlu disadari juag bahwa ia tidak datang begitu saja tapi perlu diperjuangkan setidaknya dengan bekal menanamkan ketabahan dan ketaqwaan dalam diri masing-masing pasangan.
DAFTAR PUSTAKA
Sayyid Sabiq (Drs. Moh. Tholib; terj) , Fiqih Sunnah ,Al Ma’arif, Bandung, 1987
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta, 1995
Departemen Agama, Modul keluarga Sakinah, Dirjend Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Jakarta, 2002
Qurash Sihab M. Prof. Dr., Pengantin Al Qur’an (kalung Permata buat Anak-anakku) , Lentera hati, Tanggerang. 1428 H
Cetak
0 komentar:
Posting Komentar