PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh:
Elvi Anita Afandi, S. Ag
Pendahuluan
Sejarah menginformasikan bahwa sebelum turunnya Al Quran terdapat sekian banyak peradaban besar seperti Yunani, Romawi, India dan Cina. Dunia juga mengenal agama-agama besar seperti Yahudi, Nasrani, Hindu, Zoroaster dan sebagainya. Dalam peradaban dan agama-agama besar tersebut mencatat gambaran yang cenderung negatif terhadap kedudukan, harkat dan martabat perempuan.
Pada masa peradaban Arab pra Islam, juga dikenal apa yang disebut dengan jaman jahiliyah, yang sering diartikan dengan jaman kebodohan; bukan pada segi intelektualitas tetapi pada moralitasnya, sebagai contoh:
1. Legitimasi pembunuhan anak perempuan yang disinyalir dalam Al Qur’an Surah An Nahl ayat 58-59:
Artinya :” Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”
2. Mewariskan anak-anak perempuan terutama yang yatim (inilah yang menjadi asbabun nuzul turunnya Surah An Nisa ayat 2 dan 3 yang dikenal sebagai ayat poligami :
Artinya :”Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
3. Berlakunya nikah sighar
4. Mahar menjadi wewenang wali dan bukan pada perempuan yang bersangkutan.
5. Mengkaryakan istri untuk diambil hasilnya oleh suami semata-mata.
6. Menyuruh isteri agar tidur dengan lelaki terpandang agar mendapatkan keturunan dengan bibit unggul (Jawa: Ngaras)
7. Perkawinan yang hanya bias dialami perempuan bila dia bersedia “dikerjain” secara beramai-ramai, dan bila terjadi kehamilan maka ayahnya ditentukan berdasarkan kemiripan atau kesepakatan.
8. Dan sebagainya.
Perempuan dalam Ajaran Islam
Dalam uraian ayat-ayatnya tampak usaha Al Quran (Islam) mengikis habis pandangan yang membedakan lelaki dan perempuan khususnya dalam bidang kemanusiaan, antara lain terlihat jelas:
1. Dari segi penciptaan; perempuan diciptakan dari jenis yang sama (An Nisa: 1) dan bukan dari tulang rusuk laki-laki (bandingkan dengan Hadits):
Artinya :” Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya. Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.”
2. Perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan dan kesejajaran dari segi kemanusiaan Al Isra’: 70 :
Artinya ;”Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.”
Ali Imran: 195 :
Artinya :”Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[259]. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
Al Hujarat: 13
Artinya :”Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
3. Perbuatan yang dilakukan perempuan setaraf dengan yang dilakukan laki-laki, masing-masing dihargai oleh Allah Swt. Islam juga menjamin kebahagiaan di dunia dan akhirat bagi laki-laki dan permpuan yang beramal saleh sebagaimana yang firmankan Allah dalam Al Qur’an Surat :
An Nahl: 97 :
Artinya:” Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.”
\
Al Isra’ ayat 70 :
Artinya:”Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.”
At Taubah: 72 :
Artinya:”Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.”
Al Zalzalah: 7,8 :
Artinya: ”Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”
Uraian ayat-ayat ini menunjukkan bahwa nilai utama laki-laki dan perempuan bukanlah pada faktor gender tetapi lebih pada kontribusi positifnya dalam kehidupan).
4. Rasulullah Saw. memberi perhatian lebih pada perempuan, baik sebagai anak, isteri maupun ibu. Sabda Rasulullah Saw. di bawah ini memberi ketetapan yang nyata tentang hal tersebut:
· “Sebaik-baik anak adalah anak perempuan.”
· “Barangsiapa memiliki anak perempuan, ia tidak membunuhnya dan tidak merendahkannya di bawah anak laki-laki maka balasan baginya adalah surga.” (HR. Abu Dawud)
· “Barang siapa memperhatikan anak perempuan, kemudian mendidiknya, bersabar dan bertaqwa kepada Allah Swt. maka balasan baginya adalah surga.” (HR. Buhari, Abu Dawud dan Ahmad).
· “Sebaik-baik laki-laki adalah yang berbuat baik terhadap isterinya.”
· Rasulullah Saw. berwasiat pada saat haji wada’ salah satunya: “Aku wasiatkan kepada kalian agar berbuat baik kepada perempuan.” (HR. Buhari, Muslim dan Ahmad)
· “Tidaklah menghormati perempuan kecuali orang yang terhormat dan tidak pula menginakannya kecuali orang yang hina.”
· Dari Abu Hurairah: Seseorang mendatangi Rasulullah Saw. dia bertanya, “Wahai Rasul, siapa orang yang paling berhak mendapat perhatianku?” jawab Rasul Saw., “Ibumu!” “Kemudian siapa?” Dijawab, “Ibumu!” “Kemudian siapa?” Dijawab, “Ibumu!” “Kemudian siapa?” Dijawab, “Kemudian ayahmu!”
5. Pada dasarnya panggilan Islam ditujukan secara sama kepada laki-laki dan perempuan (bukan pada faktor gender) Untuk itu didapatkan bahwa ciri-ciri khas ayat-ayat Makiyah dimulai dengan seruan Yaa ayyuhannaasu: Wahai sekalian manusia. Bentuk umum ini mudah dipahami mencakup laki-laki dan perempuan secara setara. Begitu juga kekhasan ayat-ayat Madaniyah didahului: Yaa ayyuhalladziina aamanuu, yaitu seruan mencakup kaum beriman laki-laki dan perempuan.
6. Laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hal:
· Menuntut ilmu;
-Sabda beliau:
-Para perempuan pada zaman Rasul Saw. memohon kepada beliau agar bersedia meluangkan waktu tertentu dan khusus bagi mereka untuk menuntut ilmu, sebab mereka menyadari kewajiban ini.
-Dan bagi jenis keduanya yang menuntut ilmu diberi derajat atau kemulyaan yang sama.
-Al Quran juga memuji para ulul albab (Ali Imran: 190)
Artinya : “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
-Wanita-wanita berilmu diabadikan dalam sejarah Islam seperti Aisyah, Asy Syaikhah Suhrah yang bergelar Fakhr An Nisa (Kebanggaan perempuan) merupakan guru Imam Syafii, pendiri satu madzhab yang sangat terkenal di dunia itu.
· Berbagai kewajiban ibadat seperti shalat, puasa, zakat dan haji dibebankan kepada keduanya (An Nur: 56
Artinya: “Dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.”
· Diperintahkan keduanya untuk menghiasi diri dengan perangai terpuji (Al Baqarah: 153).
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
· Tata hukum muamalat seperti jual beli, sewa menyewa dan akad-akad yang lain.
· Persamaan sanksi bila melanggar (An Nur: 2)
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Meskipun demikian ada juga ulama yang berpendapat jika bukan karena perempuan pastilah kita (laki-laki) tetap berada di surga. Di sini ditemukan semacam upaya mempersalahkan perempuan.
Pandangan ini jelas keliru, bukan saja karena Allah Swt. menyampaikan tentang rencanaNya untuk menugaskan khalifah di muka bumi (Al Baqarah: 30), tetapi Al Qur’an juga menjelaskan bahwa yang digoda oleh setan bukan saja Hawa (perempuan), tetapi juga Adam (Al A’raf: 20, Al Baqarah: 36) dan satu ayat menunjuk pada satu orang yaitu justru kepada Adam; laki-laki (Thaha: 20).
Implikasi Perbedaan Laki-laki dan Perempuan dalam Bidang Hukum
Bagaimanapun juga terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Setidaknya ada tiga hal yang membedakan dalam struktur biologis, fisiologis dan psikologis. Dalam al Qur’an surah Ali Imran: 36, “Tidaklah laki-laki itu sama dengan perempuan.”
Perbedaan ini berimplikasi pada perbedaan segi hukum, hak dan kewajiban tertentu. Di antara syariat Islam yang membedakan antara laki-laki dan perempuan antara lain:
· Bidang spiritual; pada saat haid perempuan tidak diwajibkan shalat dan puasa namun diwajibkan mengqodho’nya, tidak diwajibkan shalat jumat, jamaah di masjid dll.
· Bidang sosial; suami adalah pemimpin, kesaksian perempuan setengah dari laki-laki.
· Dalam pembagian warisan, dalam keadaan ashabah perempuan mendapat setengah bagian laki-laki.
· Perbedaan busana, di mana ketentuan aurat laki-laki berbeda dengan perempuan.
· Perbedaan dalam perijinan menggunakan sutera atau emas, laki-laki dilarang sedang perempuan mubah.
· Pekerjaan mencari nafkah menjadi tanggung jawab suami, kecuali kondisi menghendaki perempuan tersebut bekerja.
Islam tidak melarang perempuan bekerja, namun ada beberapa ketentuan yang disimpulkan berdasar dalil-dalil syara’ berkenaan dengan perempuan yang bekerja:
· Pada dasarnya Islam tidak mendorong wanita untuk keluar rumah atau bekerja (Al Ahzab: 33). Menurut Ibnu Katsir, Sayid Quthb (keduanya mufassir), Said Hawa dan Isa Abduh (ulama-ulama Islam terkemuka) bahwa kewajiban memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga berada di pihak laki-laki, namun perempuan juga memiliki hak untuk bekerja selama ia membutuhkannya atau pekerjaan itu yang membutuhkan dirinya dan selama norma-norma agama tetap terpelihara.
· Dia diperbolehkan keluar rumah untuk suatu keperluan yang penting yang dituntut oleh kehidupannya. Sabda Rasul Saw, “Kamu sekalian (perempuan) diijinkan ke luar rumah untuk memenuhi kebutuhanmu.” HR Bukhari
· Memelihara diri dari yang haram, tidak menonjolkan perhiasan dan menutup aurat (An Nur: 31).
· Merendahkan suara. Bila berbicara dengan laki-laki yang bukan muhrim suara tidak boleh disertai kelembutan yang menggoda laki-laki yang ada penyakit dalam hatinya, sehingga tertarik untuk menggoda (An Nur: 31).
· Tidak berkhalwat; mencari-cari alas an untuk berduaan.
· Berjalan dengan sewajarnya, yang tidak menggoda (An Nur: 31) dan tidak berdesak-desakan dengan laki-laki.
· Hendaknya tidak memakai wewangian dan alat kecantikan yang menarik perhatian.
Peran dan Kiprah Muslimah dalam Membangun Keluarga
a. Muslimah sebagai Isteri
Mengenai hal ini ayat: (An Nisa: 34) sering dipakai sebagai rujukan, sebab ayat ini menyangkut pembagian kerja antara suami-isteri. Untuk memahami ayat ini perlu digarisbawahi dua butir prinsip yang melandasi hak dan kewajiban suami isteri:
1. Terdapat perbedaan antara pria dan wanita bukan hanya pada bentuk fisik tetapi juga psikis, secara nature mereka berbeda. Menurut Alexis Carrel (seorang dokter yang pernah 2 kali memenangkan piala Nobel) perbedaan itu berkaitan juga dengan kelenjar dan darah manusia (lihat juga Taufik Pasiak: Revolusi Otak)
2. Pola pembagian kerja yang ditetapkan agama tidak menjadikan salah satu pihak bebas dari tuntutan - minimal dari segi moral – untuk membantu pasangannya.
Dalam QS. Al Baqarah: 228 :
Artinya : Dan bagi laki-laki satu derajat lebih tinggi dari perempuan.” Derajat lebih tinggi tersebut disebut dalam QS. An Nisa: 34 yang menyatakan: “Lelaki (suami) adalah pemimpin terhadap perempuan (isteri).”
Kepemimpinan bagi setiap unit adalah hal yang mutlak diperlukan. Lebih-lebih untuk keluarga, karena mereka selalu hidup bersama dan merasa memiliki pasangan atau keluarga. Hal kepemimpinan dalam Al Quran dibebankan pada suami disebabkan:
· Adanya sifat-sifat fisik dan psikis yang lebih dapat menunjang suksesnya kepemimpinan rumah tangga jika dibandingkan dengan isteri.
· Adanya kewajiban memberi nafkah kepada isteri dan anggota keluarganya.
Ibnu Hazm, ahli hukum Islam berpendapat bahwa wanita pada dasarnya tidak berkewajiban menyediakan makanan, menjahit dan lain-lain. Justru sang suamilah yang berkewajiban menyiapkan pakaian jadi dan makanan yang siap dimakan.
Ada kisah dari sahabat yang hendak mengadukan perihal isterinya yang bawel kepada Umar bin Khatob r.a. Setelah mengucapkan salam, dia mendengar Umar diomeli oleh isterinya. Sahabat inipun malu dan bermaksud pergi. Namun Umar telah memanggilnya (telanjur salam sih…). “Ada apa?” tanya Umar. Sahabat menjawab, “Saya ingin mengadukan isteri saya yang bawel, namun ternyata isterimu lebih bawel dan engkau membiarkannya.” Umar berkata: “Biarlah, sebab dia yang memasak, mengurus pakaian dan pekerjaan lain yang sangat banyak dan itu bukan kewajibannya (wa laisa biwajibin ‘alaiha), mengurus rumah tangga lebih sulit dari pada bekerja di luar.”
Namun sekali lagi perlu digarisbawahi bahwa pembagian kerja ini tidak membebaskan pasangannya – paling tidak dari segi moral - untuk membantu pasangannya dalam hal yang berkaitan dengan kewajibannya masing-masing. Bukankah Asma’, puteri Khalifah Abu Bakar menjelaskan bahwa ia dibantu suaminya dalam hal mengurus rumah tangga dan Asma’ membantu suaminya antara lain memelihara kuda suaminya, menyabit rumput, menanam di kebun dan lain-lain.
Suami isteri memiliki hak dan kewajiban yang seimbang. Suami di samping memiliki kewajiban juga mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh isterinya. Suami wajib ditaati selama tidak bertentangan dengan agama dan hak pribadi sang isteri. Begitu pentingnya sehingga Rasulullah Saw bersabda: “Seandainya aku diijinkan untuk memerintahkan manusia untuk bersujud kepada seseorang, niscaya kuperintahkan para isteri untuk bersujud kepada suaminya.” Para isteri juga dilarang berpuasa sunnah tanpa ijin dari suaminya.
Isteri sebagai ibu rumah tangga juga memiliki peranan dalam menjadikan rumah tangga itu sebagai “sakan” yakni tempat yang menenangkan dan menenteramkan anggota keluarga. Dan dalam konteks inilah Rasulullah Saw menggarisbawahi sifat-sifat seorang isteri yang baik; yakni yang menyenangkan bila dipandang, menaati suami bila diperintah dan memelihara harta dan anak-anaknya bila suami jauh darinya. Seorang isteri hendaknya menjaga aib suaminya, menjaga kehormatan suami, tidak memasukkan laki-laki tanpa seijin suaminya.
Suami dapat menunjang tugas isteri dengan bersikap ramah, lemah lembut, jauh dari sikap sangar dan beringas dan memberi nafkah yang cukup. Dan bila isteri turut membantunya dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, hendaknya diperhatikan cukup atau tidaknya dan melakukan tindakan jika terjadi kekurangan, agar tidak memberi kesan masa bodoh atau lepas dari tanggung jawab. Suami juga harus mengendalikan dirinya agar tidak bersikap kasar apalagi sampai melakukan pemukulan dan hendaknya dapat membimbing isteri dengan cara yang baik. Apabila seorang suami memiliki isteri lebih dari satu yang utama adalah ia harus berlaku adil.
b. Muslimah sebagai Ibu
Sebagai ibu, perempuan merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya khususnya pada saat mereka berusia dini (balita). Memang keibuan adalah rasa yang dimiliki oleh setiap wanita, karenanya wanita selalu mendambakan kehadiran seorang anak untuk menyalurkan rasa keibuannya tersebut. Para pakar mengatakan bahwa anak pada periode pertama kelahirannya sangat membutuhkan kehadiran ibu-bapaknya. Anak yang merasa kehilangan perhatian atau merasa diperlakukan tidak wajar dengan dalih apapun dapat mengalami ketimpangan kepribadian.
Rasul Saw pernah menegur seorang ibu yang merenggut anaknya dengan kasar dari pangkuan rasulullah karena pipis sehingga membasahi pakaian Rasul Saw. Beliau bersabda: “Jangan engaku menghentikan pipisnya, (pakaian) ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apakah yang dapat menghentikan kekeruhan jiwa anak ini (akibat perlakuan kasar itu)?”
Para ilmuwan juga berpendapat bahwa sebagian besar kompleks kejiwaan yang dialami orang dewasa adalah akibat dari dampak negatif dari perlakuan yang dialaminya di waktu kecil.
Oleh karena itu diperlukan penanggung jawab terhadap perkembangan jiwa dan mental anak, khususnya pada saat usia balita. Di sini pula agama menoleh pada ibu yang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh wanita-wanita lain selain ibu kandung seorang anak.
Sebagai ibu perempuan adalah “madrasah” (sekolah) bagi putera-puterinya untuk bisa melahirkan generasi rabbani, yang kuat jasmani rohaninya. Berkaitan dengan ini ibu ditntut untuk memiliki ilmu yang memadai dan dapat menjadi teladan yang santun.
Peran dan Kiprah Muslimah dalam Pembangunan Masyarakat
Sebagaimana kita ketahui, manusia adalah mahluk sosial yang dengan demikian termasuk perempuan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Tidak tepat jika ada perempuan yang tidak mau bermasyarakat dan berperan aktif di dalamnya untuk berbuat kebajikan, hanya mengurung diri di dalam rumahnya.
Meskipun demikian tidak berarti perempuan harus berperan dalam segala hal. Dalam kehidupan bermasyarakat perempuan bisa berperan aktif selama hal itu sesuai dengan kodratnya.
Dalam QS. At Taubah: 71 Allah berfirman: “Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah awliya’ bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh untuk mengerjakan yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itulah yang diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Kata awliya’ mencakup segala segi kebaikan dan perbaikan kehidupan, mencakup juga kepentingan atau urusan kaum muslim yang dapat menyempit atau meluas sesuai dengan latar belakang dan tingkat pendidikan seseorang dimana hal ini menjadi tanggung jawab setiap muslim yang beriman. Senada dengan hal di atas terdapat juga dalam QS. Ali Imran: 103 juga pada sabda Rasul Saw: “Barangsiapa yang tidak memperhatikan kepentingan (urusan) kaum muslim maka ia tidak termasuk golongan mereka.”
1 komentar:
krik krik
Posting Komentar