Oleh : Edi Nursalam
Berjubelnya penumpang kereta api setiap harinya di semua jurusan kereta Jabodetabek menunjukkan bahwa angkutan kereta api masih di sukai oleh masyarakat. Namun yang membuat kita miris adalah masih banyaknya penumpang kereta api yang terpaksa menantang maut dengan jalan naik keatas atap kereta api. Kejadian ini disamping sangat berbahaya bagi keselamatan jiwa penumpang juga sebagai indikator kurang pedulinya aparat penegak hukum maupun PT. Kereta api terhadap keselamatan penumpang dan peyananan transportasi umum yang baik. Padahal disetiap stasiun sudah ada spanduk yang berisi larangan bahkan acaman hukuman bagi penumpang yang masih nekad naik keatas atap kereta. Alasan utama penumpang untuk naik keatap kereta adalah karena tidak cukupnya kapasitas kereta untuk menampung jumlah penumpang khususnya pada pagi dan sore hari. Alasan lain mungkin juga tidak mau berdesakan bnersama penumpang lain. Apalagi pada sore hari pada saat pulang kantor, kereta ekonomi yang dilengkapi ABCD (angin berhembus campur debu) ini kelihatan sangat pengap, karena lampunya banyak yang mati, kipas angin pada rusak serta bercampur aduknya BB diantara penumpang. Sedangkan alasan mengelak untuk membayar karcis mungkin agak sedikit. Karena kereta ekonomi yang penuh sesak pada pagi dan sore hari itu dapat dikatakan tidak pernah diperiksa tiketnya. Mungkin untuk berdiri saja susah apalagi mau diperiksa.
Naik keatap kereta bahkan bergantungan di badan kereta bukan hanya terjadi di Negara kita. Bila kita lihat gambar disamping ini, kita masih bersyukur belum mencapai kondisi yang lebih parah yang terjadi di Banglades itu.
Naik atap kereta ternyata tidak hanya terjadi pada kereta ekonomi saja. Pada sore hari kereta ekonomi AC pun dijejali penumpang yang bergelantungan dan naik keatas atap kereta. Pada sore hari banyak pintu kereta ekonomi AC yang sengaja dibiarkan terbuka, karena AC yang ada pada kereta tidak sanggup lagi menyejukkan penumpang yang begitu banyak.
Petugas bukan tidak pernah menertibkan seperti yang dilakukan mulai tanggal 10 Mei yang lalu, berbagai usaha telah dilakukan mulai dari sekedar menyuruh turun menyemprot dengan air dan cairan berwarna sampai kepada hukuman denda.
Masalah Kapasitas
Dibanding Negara lain, perkembangan kereta api di Negara kita boleh dikatakan sangat lambat. Padahal sebagian besar prasarana yang ada saat ini adalah hasil peninggalan pemerintah kolonial Belanda. Bahkan banyak rel KA dibeberapa daerah seperti di Sumatera utara, sumatera barat, Jawa barat dan jawa tengah yang tidak berfungsi. Ada dialog yang menarik tentang panjang rel KA di Indonesia pada saat pameran teknologi perkerata apian disebuah Negara Eropah seperti yang dimuat harian Kompas tanggal 20 Mei 2011 yang lalu. Seorang pengunjung bertanya berapa panjang rel KA di Indonesia, lalu dijawab oleh penjaga stan ± 4.500 km. Angka ini sangat kecil bila dibanding panjang rel Negara lain seperti 91.00 km di China, 65.000 ribu km di India.
Dibeberapa Negara teknologi kereta api Penumpang sudah mengarah kepada kecepatan tinggi yang mendekatai kecepatan pesawta udara. Dibeberapa Negara malah sudah dikembangkan teknologi MagLev (MAGnetically LEVitated trains) atau kereta api yang mengambang secara magnetis, yang memanfaatkan gelombang eloktromagnetik yang membuat badan kereta berjalan secara mengambang tanpa menyentuh rel, sehingga memungkinkan kereta api berlari dengan kecepatan tinggi dan nyaman seperti layaknya angkutan udara. Kereta maglev eksperimen Jepang telah mencapai kecepatan 581 km/jam. Di Jepang telah lama dikembangkan kereta Shinkansen (新幹線) , juga sering dipanggil kereta peluru. Yang diopperasikan oleh empat perusahaan dalam grup Japan Railways. Shinkansen merupakan sarana utama untuk angkutan antar kota di Jepang, selain pesawat terbang. Kecepatan tertingginya bisa mencapai 300 km/jam.
Perancis telah mengembangkan kereta Train à Grande Vitesse (disingkat TGV) adalah kereta cepat Perancis (bahasa Perancis: train à grande vitesse, yang berarti kereta kecepatan tinggi). Dikembangkan oleh Alstom dan SNCF, dan dioperasikan oleh SNCF, Perusahaan rel Nasional Perancis. Kereta ini menghubungkan kota-kota di Perancis terutama Paris, dan juga negara-negara tetangga, seperti Belgia, Jerman, dan Swiss. TGV atau kereta yang berdasarkan TGV juga beroperasi di Belanda, Korea Selatan, Spanyol, dan Britania Raya dan Amerika Serikat. Kereta TGV diproduksi oleh Alstom. Kereta ini sanggup dipacu dengan kecepatan 574 km/jam. Arinya jarak antara Jakarta Surabaya yang selama ini dietempuh dalam satu malam, dengan TGV bisa ditempuh dalam dua jam saja.
Sementara itu kita masih berkutat dengan kapasitas kereta api yang sangat kurang sehingga penumpang KA harus menyabung nyawa diatas atap kereta agar bisa ikut terbawa ketempat tujuan. Kapasitas adalah faktor yang sangat riskan dalam pelayanan transportasi. Karena transportasi adalah salah satu jenis pelayanan jasa maka kapasitas adalah sesuatu yang akan hilang percuma bila tidak laku terjual. Padahal kasitas membutuhkan suatu biaya investasi dan biaya operasi yang sangat besar. Salah satu ciri pemintaan transportsi adalah terjadinya fluktuasi permintaan angkutan berdasarkan waktu. Pada saat jam sibuk pagi atau sore hari permintaan akan akan mencapai titik tertinggi. Untuk itu diperlukan kapasitas yang besar pula. Apabila tidak maka dampaknya banyak penumpang yang tidak terangkut atau yang nekad akan memaksa naik walau harus diatap kereta. Tapi pada saat jam sepi (off peak) permintaan akan menurun drastic. Pada saat inilah kapasitas akan hangus dan hilang secara sia-sia. Namun ini adalah konsekuensi dari pelayanan tranportasi. Oleh karenanya khusu untuk pelayan transportasi massal peran pemerintah harus sangat besar. Peran pemerintah tidak hanya cukup dengan kebijakan pemberian subsidi dengan memberikan tarif yang rendah kepada penumpang. Padahal dilain pihak tariff yang terlalu rendah dapat menjadi boomerang karena dapat menyebabkan suatu moda angkutan diserbu oleh calon penumpangnya. Oleh karena itu tarif KA ekonomi Bogor-Jakarta yang hanya Rp2.500 penumpang untuk jarak perjalanan ± 60 Km adalah terlalu kecil. Pemerintah harus berani menentukan tarif yang wajar sesuai dengan biaya operasional yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api. Dan apabila pemerintah berniat memberikan subsidi maka subsidinya dalah berupa peningkatan pelayanan kepada penumpang. Sebab bila kita lihat kondisi KA ekonomi saat ini adalah cukup memprihatinkan, antara lain pintu-pintu dan jendela tidak ada yang bisa ditutup, kipas angin dan lampu banyak yang mati.
Penetuan tariff yang wajar untuk penumpang kereta api akan membuat pengguna jasa untuk berfikir memilih moda angkutan lainnya. Malah dalam hal ini menurut hemat penulis, pelayanan KA Ekonomi yang sering dikatakan orang kelas kambing ini (memang terkadang penumpang juga ada yang membawa binatang piaraan) sudah saatnya dihapus dari pelayanan transportasi kita. Kapan lagi rakyat kita diberi kesempatan untuk menikmati pelayanan transportasi yang nyaman dengan kapasitas tempat duduk yang memadai.
Peningkatan kapasitas dan pelayananan kereta api Jabodetabek dapat dilakukan asal pemerintah menyisihkan anggaran untuk pembelian gerbong kereta listrik (KRL) yang lebih banyak. Sebagi contoh apabila KA ekonomi dihapuskan maka pemerintah harus menyediakan gerbong KRL AC yang lebih banyak. Untuk pelayanan dengan pemberangkatan setiap 3 menit pada jam sibuk dan 5 menit pada watu luar jam sibuk dibutuhkan paling tidak 20 Rangkaian kereta api dengan asumsi; kecepatan 70 km/jam, waktu menaik turunkan penumpang disetiap stasiun 2 menit. Masalah apakah kereta harus berhenti disetiap stasiun dapat diatur dengan cara sebagai berikut :
1. Kereta pertama akan menyinggahi stasiun keempat, ketujuh, kesepuluh dan seterusnya
2. Kereta kedua akan menyinggahi stasiun ketiga, keenam, kesembilan dan seterusnya
3. Kereta ketiga akan menyinggahi statsiun kedua, ke lima, kedelapan, dan seterusnya.
4. Kereta keempat dengan jadwal seperti kereta pertama, dan seterusnya untuk kereta kelima keenam dan seterusnya.
Dengan sistem ini stasiun antara akan disinggahi oleh rangkaian kereta setiap 15 menit sekali. NamunApabila diinginkan jarak waktu (time headway) ini diperkecil lagi, maka pemberangakatan kereta pada stasiun pertama harus dirapatkan lagi. Misalnya pada jam sibuk adalah setiap 3 menit sekali, sehingga jadwal kereta distasiun antara berkurang menjadi 9 menit.
Perhitungan diatas adalah cara yang sangat sederhana untuk meningkatkan kapasitas seat KA setiap jamnya. Berdasarkan perhitungan diatas dapat dibuat tabel jumlah kebutuhan rangkaian serta kapasitas tersedia perjam sebagai berikut ;
No | TH.A (menit) | Jum Rangkaian | TH.B (menit) | Kapsitas statis /jam (seat) | Kapasitas statis/hari (seat) |
1. | 3 | 20 | 9 | 40.000 | 600.000 |
2. | 4 | 15 | 12 | 30.000 | 450.000 |
3. | 5 | 12 | 15 | 24.000 | 360.000 |
Asumsi :
1. Kecepatan KA 70 km/jam
2. Waktu berhenti distasiun 2 menit
3. Jarak tempuh 60 km
4. Kapasitas rangkaian 2000 seat
5. Waktu operasi 15 jam
6. Kereta pertama akan datang dan berangkat kembali dari stasiun akhir dalam waktu 60 menit berikutnya.
7. Kereta pertama akan datang dan berangkat kembali dariu stasiun awal dalam waktu 120 menit berikutnya.
Keterangan :
THA = Time headway (waktu antara) di stasiun awal
THB = Time headway di stasiun antara
Gambaran kapasitas pada tabel diatas adalah kapasitas statis. Apabila frekuensi turun naik penumpang di stasiun antara lebih tinggi maka kapasitas itu bisa menjadi dua kali abahkan tiga kali lipat.
Dukungan operasional
Kasus sering naiknya penumpang keatap kereta anatara lain disebabkan oleh pengelolaan pelayanan kereta api jabodetabek yang belum serius. Penumpang masih menganggap stasiun sama dengan pasar tradisional yang dapa dimasuk siapa saja dan kapan saja. Mestinya stasiun adalah kawasan terbatas (restricted area) yang memiliki pintu masuk sangat terbatas dan dijaga ketat. Hanya calon penumpang yang memilik karcis yang boleh masuk ke area pemberangkatan. Kecuali Stasiun Gambir, mungkin hampir semua stasiun kita kondisinya memprihatinkan. Kebersihan kurang dijaga dengan baik. Esekalator hanya hiasan dan malah dipenuhi sampah seperti yang terlihat distasiun Gondangdia. Area keberangkatan (peron) atau emplacement dipenuhi oleh pedagang kaki lima yang serba semrawut disertai dengan music yang keras yang berlomba antar penjual kaset bajakan. Hampir semua stasiun tidak menyediakan lapangan parkir kendaraan yang memadai. Areal stasiun sama sekali tidak steril. Sehingga alat tiket elektronik yang dipasang dengan biaya mahal sekarang menjadi bangkai dan dipenuhi sampah seperti yang terlihat di stasiun Bojonggede.
Apabila PT.KA ingin meningkatkan pelayanan dan ingin meraup penumpang lebih banyak serta tidak kehilangan pendapatan, maka hal yang pertama yang harus dibenahi adalah stasiun. Syarat utamanya stasiun harus steril. Dan apabila PT.KA ingin mengambil pangsa pasar calon penumpang yang saat ini masih menggunakan kendaraan pribadi, maka harus disediakan lapangan parkir yang memadai. Untuk menciptakan sistem multimoda yang baik maka harus diadakan koordinasi dengan Dinas Perhubungan setempat agar disediakan angkutan feeder bagi kereta api. Melihat kondisi stasiun seperti sekarang ini penulis agak pesimis apakah PT.KA sanggup untuk mensterilkannya. Seperti contorh stasiun Bojonggede, di samping dipenuhi oleh pedagang, stasiun ini memiliki banyak sekali pintu masuk dan dijadikan sebagai akses menuju pasar yang ada di belakang stasiun. Begitu juga dengan stasiun utama Bogor kondisinya hampir sama, agak sulit disterilkan dan ditertibkan karena sudah menjadi mata pencaharian sebagain pedagang yang harus menghidupi keluarganya. Untuk itu PT. KA harus merencanakan minimal 3 buah stasiun yang representative yang berada pada Awal perjalan, stasiun antara dan stasiun akhir.
Untuk stasiun akhir penulis mengusulkan agar mengembangkan stasiun Manggarai. Perjalanan kereta Bogor-Jakrata diatur cukup sampai di Manggari saja. Untuk melanjutkan perjalanan ke stasiun lain yang ada didalam kota, PT.KA harus mengembangkan trayek dalam kota seperti KA.Ciliwung sekarang atau bekerja sama dengan Trans Jakarta. Untuk stasiun antara dapat dikembangkan stasiun Universitas Indonesia. Sedangkan untuk stasiun awal di Kota Bogor, PT.KA harus mencari lahan di tempat lain yang baru dengan luas lahan yang memungkinkan untuk pengembangan kedepan disertai lapangan parkir yang luas. Untuk hal ini PT.KA dapat menggandeng pengembang perumahan, dengan konsekuensi PT.KA harus mau berbagi pendapatan yang berasal dari uang peron, parkir, serta uang sewa toko yang dilengkapi dengan Mall.
Stasiun antara, lainnya seperti Cilebut, Bojong gede, Citayam, Depok baru dll yag dirasa sulit dan akan berhadapan dengan kepentingan masyarakat, maka disarankan untuk membangun stasiun baru bekerjasam dengan pihak pengembang perumahan.
Penutup
Untuk penyegaran, mungkin sudah saatnya PT.KA diberi pesaing agar lebih faith dan berusaha untuk maju. Potensi angkutan kereta api di kawasan Jabodetabek sangat besar sayang sekali bila tidak dimanfaatkan. Penduduk Jabodetabek saat ini mendekati angka 12 juta jiwa. Apabila 25 % saja berhasil digaet untuk menggunakan kereta api, dengan tariff rata-rata Rp. 5.000,-, dengan perjalanan PP (pulang pergi), maka PT.KA akan memperoleh pendapatan ± Rp. 30 miliar perharinya atau sekitar 10 triluyun pertahun. Peluang untuk berusaha di Bidang perkereta apian sudah terbuka pasca berlakunya UU. Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, mungkin tidak ada salahnya pelayanan kereta Jabodetabek ditawarkan kepada pihak swasta.
Refferensi :
6. http://www.schillerinstitute.org/economy/phys_econ/phys_maglev.html
Cetak