English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
"PANCASILA" merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. "UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945" merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. "NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA" merupakan konsensus dalam mewujudkan perjuangan bangsa Indonesia yang bersatu. "BHINNEKA TUNGGAL IKA" merupakan solusi dari kemajemukan bangsa.

Jumat, 17 Juni 2011

GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM

GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh
Wahardi, S. Ag

       Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan pada perubahan peradaban suatu bangsa yang menuntut keterlibatan kamu laki-laki dan perempuan untuk berpartisipasi serta bersinergi dalam membangun suatu negara baik dibidang publik maupun domistik. Dimensi publik menyangkut aspek perempuan di bidang Iptek, ekonomi, ketenagakerjaan, politik dan ketahanan nasional. Dimensi domistik mencakup kesejahteraan keluarga, kesehatan, hubungan keluarga yang simetris dan lain-lain.
Sumber daya perempuan merupakan sumberdaya manusia potensial dan strategis untuk dikembangkan. Oleh sebab itu, sumber daya perempuan perlu berdayakan. Kalau potensi perempuan tidak didorong dan dimanfaatkan secara optimal dalam pembangunan nasional, maka bangsa dan negara akakn mengalami kelambanan dan kemunduran. Namun keterlibatan perempuan dalam segala lapangan hidup dan pekkerjaan di luar rumah , masih banyak mendapat tantangan, baik dengan dalih agama dari golongan konservatif maupun karena budaya.
       Menurut golongan konservatif dan budaya, perempuan hanya sebagai ibu rumah tangga, mendidik anak dan melayani suami, tidak boleh mempunyai aktivitas di luar rumah, karena hal tersebut dalam tugas kaum laki-laki. Padahal sejak 14 abad yang lampau, Al Qur’an telah menghapus diskriminasi terhadap perempuan. Al Qur’an memandang sama kedudukan laki-laki dengan perempuan. Tidsak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, kalaupun ada perbedaan, maka itu adalah akibat fungsi dan tugas-tugas utama yang dibebankan agama kepada masing-masing jenis kelamin melalui ajarannya dalan Al Qur’an dan As Sunnah, sehingga perbedaan yang ada tidak mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain, melainkan mereka saling melengkapi dan bahu membahu.
       Berdasarkan apa yang telah disebutkan di atas, maka tulisan ini akan membahas tentanag Pandangan Islam tentang Gender. Secara khusus akakn dideskripsikan apa persemaan dan perbedaan kedudukan laki-laki dan perempuan menurut Islam, agar tidak muncul kesalah pahaman tentang kedudukan perempuan, minimala dapat mengurang diskriminasi terhadap perempuan tersebut.
Adapun persamaan kedudukan perempuan dengan laki-laki menurut Al Qur’an, antara lain :
1. Dari segi pengabdian: Islam tidak membedakan antaralaki-laki dan perempuan dalam pengabdian.
    Perbedaan yang dijadikan ukuran untuk memuliakan aatau merendahkan derajat mereka hanyalah nilai
    pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah Swt, sebagaimana firman Nya dalam surat Al Hujarat ayat 
    3 ;

   Artinya :”Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
                 perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
                 kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
                 yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

       Laki-laki dan perempuan sama-sama berhak masuk surga, sama-sama diperbolehkan turut berpartisipasi dan berlomba-lomba melakukan kebajikan, mengabdi kepada masyarakat, negara dan agama. Dasr persamaan ini ditegaskan dalam Al Qur’an surat An Nahl ayat 97 :

Artinya :”Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
              beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan
              Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
              Telah mereka kerjakan.

Ayat ini menekankan bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman. Dan hal ini juga dipertegas dalam surat Al Imran ayat 194 :

Artinya :”Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang Telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan
              rasul-rasul Engkau. dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak
              menyalahi janji."

Surat At Taubah ayat 71:
Artinya :” Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi
               penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari
               yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
               mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
               Bijaksana.”

Surat Al Ahzab ayat 35 :
Artinya :”Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[1218],
              laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-
              laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan
             yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
             memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah
             telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

2. Dari segi status kejadianya : Al Qur’an menerangkan bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan Allah
    dalam derajat yang sama, sebagaimana firman Nya dalam surat An Nisa’ ayat 1 :

Artinya :”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang
             diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
             memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah
            yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan
            (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.”

Maksud dari padanya menurut Jumhur Mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.
Melalui ayat di atas Allah Swt menegaskan bahwa zat untuk menciptakan manusia tidak ada perbedaan baik untuk laki-laki maupun perempuan. Demikian pula Allah tidak mengatakan hawa memiliki martabat yang lebih rendah dari Adam. Oleh sebab itu, status kejadian laki-laki sama dengan status kejadian perempuan.

3. Dari segi mendapaat godaan: Di dalam Al Qur’an disebutkan, bahwa godaan dan rayuan iblis berlaku bagi laki-laki dan perempuan, sebagaimana halnya Adam dan Hawa. Godaan dan rayuan setan yang menyebabkan Adam dan Hawa dideportasikan dari surga yang disebut dalam Al Qur’an, dibentuk dalam kata yang menunjukan kebersamaan keduanya, tanpa perbedaan, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat Al A’rof ayat 20 :
Artinya :”Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)".


Ayat di atas disebutkan dalam bentuk mutsanna, yang menunjukan dua orang, laki-laki dan perempuan (Adam dan Hawa),bukan berbentuk tunggal (mufrod). Kalaupun ada kalimat yang berbentuk mufrod dalam masalah tertentu, tetapi kalimat itu justru menunjukan kepada laki-laki (Adam) sebagai pimpinan terhadap istrinya, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat Thaha ayat 120 :
Artinya :” Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?"

Ayat ini merupakan sanggahan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa perempuanlah (Hawa) yang digoda dan diperalat oleh setan, sehingga manusia terusir dari surga. Dengan demikian, tidak benar tuduhan bahwa perempuanlah sebagai sumber dari segala bencana.
4. Dari Segi kemanusiaan : Sebelum Islam datang, sebagian bangsa arab mengubur hidup-hidup bai perempuan karena alasan takut miskin atau tercemar namanya. Hal ini disebutkan dalam Al Qur’an surat An Nahl ayat 58 :
Artinya :” Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.”

Ayat ini dan semacamnya, menolak pandangan yang membedakan laki-laki dan perempuan, khususnya dalam bidang kemanusiaan, dimana Allah Swt. menegaskan dalam ayat tersebut. Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.
5. Dari segi pemilikan dan penguasaan harta : Al Qur’an menghapuskan semua tradisi yang diberlakukan atas perempuan berupa pelarangan atau pembatasan hak untuk membelanjakan harta yang mereka miliki dan kesewenang-wenangan suami terhadap harta istri. Al Qur’an menetapkan hak kepemilikan dan pembelanjaan atas harta bagi kaum perempuan seperti yang ditetapkan kkepada kaum laki-laki, sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa’ ayat 32:
Artinya :” Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Ayat ini mengisyaratkan, bahwa perempuan sama dengan laki-laki dalam hak untuk memiliki, berdagang, dan mengembangkan hartanya, wlaupun perempuan itu terikat oleh perkawinan, bahkanperempuan berhak mempertahankan kekayaan yang ada ditangannya melalui jalur pendidikan dan upaya lain yang diisyaratkan.
6. Dari segi warisan : Al Qur’an memberikan hak waris kepada laki-laki dan perempuan, sebagaimana tercantum dalam surat An Nisa’ ayat 7:
Artinya :” Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.”

Ayat tersebut memberikan perlindungan kepada perempuan dalam hak waris. Mereka diberi hak seperti kaum laki-laki dalam mewarisi harta peninggalan si mayit. Pada jaman jahiliyah yang mendapat warisan hanyalah ahli waris laki-laki saja, sedangkan perempuan hanya sebagai salah satu benda warisan. Di dalam Islam, orang-orang yang mendapat warisan secara pasti sebagian besar terdiri dari ahli waris perempuan. Ashabul furudl ada 12 orang, 4 orang terdiri dari laki-laki dan 8 orang terdiri dari perempuan.
Ashabul furudl dari laki-laki yaitu : ayah, kakek, saudara seibu dan suami. Sedangkan ashabul furudl dari perempuan adalah : istri, anak perempuan, saudara sekandung, saudara se ayah, saudara seibu, cucu perempuan pancar laki-laki, ibu dan nenek.
Anak perempuan, kemungkinan mendapat tiga macam warisan, yaitu : separo, dua pertiga dan ashobah bil ghair, bahkkan ada kemungkinan anak perempuan itu mendapat bagian lebih banyak dari laki-laki, umpamanya : anak perempuan akan mendapat separo apabilaa anak laki-laki tidak ada dan selebihnya diberikan kepada ashobah, yaitu saudara laki-laki yang wafat. Prof. Dr. Hamka dalam bukunya “Kedudukan Perempuan dalam Islam” memberi contoh yakni kalau saudara laki-laki mayit ada 10 orang, maka harta yang tinggal itu setelah dikeluarkan separo untuk anak perempuan lalu separo sisanya dibagi 10 orang saudara laki-laki si mayit.
Selanjutnya dalam Al Qur’an, Allah Swt secara rinci menjelaskan pula hak waris laki-laki dan perempuan yang artinya, “Bagian anak laki-laki, sama dengan dua bagian anak perempuan.” (Q.S. An Nisa’: 11)
Mungkin ada di antara kita yang bertanya-tanya dalam hati, mengapa bagian kaum laki-laki dua kali lipat bagian kaum wanita, padahal kaum wanita jauh lebih banyak membutuhkannya, karena di samping memang lemah, mereka juga sangat membutuhkan bantuan baik moril maupun materiil?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu diutarakan beberapa hikmah adanya syariat yang telah Allah tetapkan bagi kaum muslim, di antaranya sebagai berikut:
a. Kaum wanita selalu harus terpenuhi kebutuhan dan keperluannya, dan dalam hal nafkahnya kaum wanita wajib diberi oleh ayahnya, saudara laki-lakinya, anaknya, atau siapa saja yang mampu di antara kaum laki-laki kerabatnya.
b. Kaum wanita tidak diwajibkan memberi nafkah kepada siapa pun di dunia ini. Sebaliknya, kaum lelakilah yang mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah kepada keluarga dan kerabatnya, serta siapa saja yang diwajibkan atasnya untuk memberi nafkah dari kerabatnya.
c. Nafkah (pengeluaran) kaum laki-laki jauh lebih besar dibandingkan kaum wanita. Dengan demikian, kebutuhan kaum laki-laki untuk mendapatkan dan memiliki harta jauh lebih besar dan banyak dibandingkan kaum wanita.
d. Kaum laki-laki diwajibkan untuk membayar mahar kepada isterinya, menyediakan tempat tinggal baginya, memberinya makan, minum, dan sandang. Dan ketika telah dikaruniai anak, ia berkewajiban untuk memberinya sandang, pangan, dan papan.
e. Kebutuhan pendidikan anak, pengobatan jika anak sakit (termasuk isteri) dan lainnya, seluruhnya dibebankan hanya pada pundak kaum laki-laki. Sementara kaum wanita tidaklah demikian.
Itulah beberapa hikmah dari sekian banyak hikmah yang terkandung dalam perbedaan pembagian antara kaum laki-laki dua kali lebih besar dari kaum wanita. Secara logika, siapa pun yang memiliki tanggung jawab besar hingga harus mengeluarkan pembiayaan lebih banyak maka dialah yang lebih berhak untuk mendapatkan bagian yang lebih besar pula. Kendatipun hukum Islam telah menetapkan bahwa bagian kaum laki-laki dua kali lipat lebih besar dari pada bagian kaum wanita, Islam telah menyelimuti kaum wanita dengan rahmat dan keutamaannya, berupa memberikan hak waris kepada kaum wanita melebihi apa yang digambarkan. Dengan demikian, tampak secara jelas bahwa kaum wanita justru lebih banyak mengenyam kenikmatan dan lebih enak dibandingkan kaum laki-laki. Sebab, kaum wanita sama-sama menerima hak waris sebagaimana halnya kaum laki-laki, namun mereka tidak terbebani dan tidak berkewajiban untuk menanggung nafkah keluarga. Artinya, kaum wanita berhak untuk mendapatkan hak waris, tetapi tidak memiliki kewajiban untuk mengeluarkan nafkah.
Syariat Islam tidak mewajibkan kaum wanita untuk membelanjakan harta miliknya meski sedikit, baik untuk keperluan dirinya atau keperluan anak-anaknya (keluarganya), selama masih ada suaminya. Ketentuan ini tetap berlaku sekalipun wanita tersebut kaya raya dan hidup dalam kemewahan. Sebab, suamilah yang berkewajiban membiayai semua nafkah dan kebutuhan keluarganya, khususnya dalam hal sandang, pangan, dan papan. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
Artinya :"... Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf ..." (Al-Baqarah: 233)
Walaupun demikian dalam hal ketentuan bagian satu banding dua ini dapat berubah bila para ahli waris laki-laki dan perempuan rela mengadakan perdamaian dalam pembagian, harta warisan, setelah masing-masing menyadari akan bagiannya, sebagaimana disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam.
7. Persamaan hukum, dalam surat Al Maidah ayat 38, tentang Pencurian:
Artinya :”Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Tentang Perzinahan dalam surat An Nur ayat 2 :

Artinya :” Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Tentang cela mencela dalam surat Al Hujurat ayat 11 :
Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”

[1409] Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[1410] panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.
Tentang pergaulan suami istri dalam surat Al Baqoroh ayat 187:
Artinya :” Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”

Tentang menahan pandangan dalam surat An Nur ayat 30 :

Artinya :”Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".

dan lain-lain, yang tidak sempat diuraikan satu persatu dalam tulisan ini.
Itulah antara lain ayat-ayat Al Qur’an yang menyebutkan persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Adapun makna yang terkandung pada ayat-ayat yang disebutkan di atas adalah sebagai berikut;”Laki-laki dan perempuan adalah manusia yang diharapkan mengikuti Islam, setia dan pengikut yang patuh. Ganjaran yang baik, surga dan rahmat Allah adalah untuk keduanya. Keduanya mempunyai kewajiban yang sama beribadat, puasa, zakat, mengerjakan kebenaran dan mencegah segala bentuk kejahatan. Kebajikan, seperti kemuliaan, kebenaran, menolong fakir miskin dan seterusnya, merupakan kepatutan bagi keduanya. Keduanya dianjurkan untuk menjaga kesuciannya dan menjaga pandangannya. Kebejatan moral, seperti perbuatan zina, mencemarkan nama orang dan mengejek orang lain, tidak pantas bagi keduanya. Keduanya berhak mendapatkan warisan, untuk memiliki dan menggunakan apa yang dimilikinya itu. Laki-laki dan perempuan bertanggungjawab atas perbuatannya yang tidak akan diabaikan dalam perhitungan nanti. Keduannya adalah sama dalam pendangan hukum, apabila terlibat dalam kejahatan.
Ayat-ayat yag dikutip di atas, hanya sebagai contoh dari sekian banyak ayat-ayat Al Qur’an yang secara terang menyebutkan kedua jenis laki-laki dan perempuan serta menyebutkan satu persatu sesuai arah dari perhatian Al Qur’an terhadap mereka.
Secara umum dapat dikatakan, bahwa tuntunan Al Qur’an terhadap perempuan, pada dasarnya sama dengan tuntunannya terhadap laki-laki. Ayat-ayat yang secara redaksional tertuju kepada laki-laki pada hakikatnya juga tertuju kepada perempuan, kecuali jika indikator yang menunjukan hal tersebut tertuju keppada laki-laki.
Selain itu dari yangtelah disebutkn, ratusan ayat-ayat yang menyelamatkan dengan peristilahan, “Haimanusia atau Hai orang-orang yang beriman” meliputi laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya, dalam tulisan ini diuraikan beberapa masalah yang bertalian dengan hak-hak khusus perempuan:
Al Qur’an menyebut masalah perempuan dalam berbagai surat dan ayat yang menyangkut berbagai sisi kehidupan, baik tentang hak dan kewajibannya, maupun tentang keistimewaan-kieistimewaan tokoh perempuan dalam sejarah agama dan kemanusiaan.
Al Qur’an banyak berbicara tentangperempuan pada sekitar sepuluh surat, yaitu: Al Baqoroh, An Nisa’, Al Maidah, An Nur, Al Mujadilah, At Tahrim, At Thalaq, Ali Imran, Maryam dan surat yusuf.
Ungkapan surat-surat Al Qur’an tersebut, mengandung berbagai aspek tuntunan yang tentunya tidak dapat dirinci dalam tulisan ini. Yang jelas Al Qur’an memberikan perhatian khusus pada perempuan sehingga beberapa surat di dalam Al Qur’an diberi nama yang berarti perempuan seperti An Nisa’, maryam, Al Mumtahanah ( perempuan yang diuji) dan Al Mujadilah ( perempuan yang mengajukan gugatan).
Di dalam tulisan ini hanya dibatasi pada uraian tentang hak-hak perempuan menurut Al Qur’an.
Adapun hak-hak perempuan menurut Al Qur’an,antara lain sebagai berikut :
a. Hak Menerima mahar
Salah satu keistimewaan syari’at Islam dalam memberikan perlindungan dan penghormatan kepada kaum perempuan adalah adanya ketentuan dalam perkawinan yang harus dipenuhi pihak laki-laki sebelum rumah tangga itu ditegakan, sebagaimana firman allah dalam surat An nisa’ ayat 4 :
Artinya :”Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267]. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”

Yang dimaksud dengan pemberian yang wajib pada ayat di atas adalah pemberian yag tidak desertai dengan harapan menerima imbalan apa pun.
Menurut Muhammad abduh dalam Tafsir al manar, Allah Swt menyebut mahar dalam Al Qur’an dengan sebutan an nihlah artinya pemberian yang ikhlas. Pemberian tersebut merupakan bukti rasa cinta dan ikatan kekerabatan serta kasih sayang. Mahar wajib diberikan tanpa alternatif lain berupa tawar menawar seperti yang lazim berlaku dalam jual beli.
Berdasarkan ayat di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa diwajibkan kepada kaum laki-laki untuk memberi mahar kepada kaum perempuan dalam Jika perkawinan dan mahar itu tidak boleh diusik sedikitpun tanpa seizin pihak istri. Jika istri memberikan sebagian maharnya tanpa paksaan dan penipuan, pihak laki-laki 9suami) boleh mengambilnya dengan tenang, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas, “ Apabila sebagian mahar itu diberikan tanpa paksaan dan penipuan, maka ambilah dan makanlah dengan tenang dannyaman, akan tetapi jika permintaan itu melalui tekanan paksaan atau tipuan maka apa yang diberikan itu tidak halal bagimu.
Adapun hikmah diwajibkannya mahar, karena itu sebagai bukti cinta salon suami kepada calon istri, sehingga dengan sukarela ia mengorbankan hartanya untuk diberikan kepada istrinya sebagai tanda kesucian hati dan kebulatan tekad serta sebagai pendahuluan bahwa suami akan terus-menerus memberikan nafkah kepada istrinya. Hal ini memang merupakan suatu kewajiban suami terhadap istri.
b. Hak mendapatkan nafkah
Setelah dilangsungkannya akad nikah, suami berkewajiban kepada istrinya, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqoroh ayat 233 :
Artinya ;”Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

Dalam surat An Nisa’ ayat 34 :
Artinya :”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka)[290]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”

[289] Maksudnya: tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.
[290] Maksudnya: Allah Telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.
[291] Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.
[292] Maksudnya: untuk memberi peljaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila cara pertama Telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.

Nafkah yang dimaksud ialah meliputi kebutuhan makan dan minum, pakaian dan tempat tinggal,pengobatan dan kebutuhan rumah tangga lainnya, sesuai dengan kemampuan suami.
Walaupun nafkah rumah tanggadibebankan kepada suami, tetapi Islam tidak melarang istri untuk membantu suami dalam mencari nafkah dengan ijin suaminya dan tidak mengganggu palaksanaan kewajibannya sebagi seorang ibu rumah tangga dan tidak mendatangkan sesuatu yang negatif bagi diri, kel;uarga, masyarakat dan agamanya.
Raithah istri Abdullalh bin Mas’ud adalah seorang perempuan yang sangat aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga ini.
Perempuan memiliki hak untuk bekerja,selama ia membutuhkannya serta selama norma-norma agama dan susila tetap terpelihara.
Perempuan boleh memberi nafkah kepada suami, anak dan rumahtangganya dari hasil usaha dan jerihpayahnya, meskipun menafkahi keluarga itu merupakan kewajiban mutlak bagi suami (QS. Al Baqoroh ayat 233). Kebolehan menafkahi suami tersebut dianalogikakn kepada kebolehan memakan sebagian mahar atas kerelaan istri (QS. An Nisa’ ayat 4). Kalau mahar itu sebagai pemberian yang wajib dari pihak suami kepada sang istri boleh dimakan oleh suami atas kerelaan sang istri, maka boleh pula si istri menafkahi suami, anak-anak dan rumah tangganya, karena masalah tersebut tergolong dalam hal yang diperintahkan Allah Swt. Untuk tolong menolong dan bantu membantu dalam mengerjakan kebaikan yang disebutkan dalam surat Al Maidah ayat 2 tentu saja memberi nafkah suami yang dalam keadaan susah, tidak ada mata pencaharian, termasuk perbuatan yang sangat baik. Kalau suami istri dapat saling mewarisi setelah meninggal, mengapa si suami tidak harus dibantu bila hidupnya susah ? oleh karena itu, menafkahi keluarga tidak bertentangan dengan ajaran Al Qur’an.
c. Hak mendapatkan perlakuan yang baik dan memutuskan perkawinan
Dalam pergaulan hidup berumah tangga, istri berhak mendapat perlakuan yang baik dari suaminya sesuai dengaan firman Allah dalam surat An Nisa’ ayat 19 :
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Perlakuan yang baik (patut) tersebut, meliputi tingkah laku,tindakan dan sopan santun. Seorang istri boleh menuntut pembatalan akad nikah dengan jalan khulu’, bila suami tidak mau memberi nafkah atau tidak mampu memberi nafkah, sedang istri tidak rela atau suami berbuat kasar, berbuat serong, pemabuk dan sebagainya, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqoroh ayat 229 :
Artinya :”Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.”

Khulu’ adalah jalan keluar bagi istri yang tidak menyukai suaminya dengan alasan selain yang bisa melahirkan fasakh, istri memberikan semacam ganti rugi atas pemberian suami, agar suami bersedia rela hati menjatuhkan talak kepadanya.Akibat khulu’, suami tidak bisa rujuk tanpa persetujuan dan kesediaan mantan itri.
d. Hak akibat putusnya perkawinan
Pada masa iddah talak raj’i atau dalam keadaan hamil, baik dalam keadaan masa talak raj’i atai talak ba’in, perempuan berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal, sesuai dengan firman Allah dalam surat Ath Tholaq ayat 6 :

Artinya :”Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”

Perempuaan dalam masa iddah karena cerai mati, tidak berhak mendapat nafkah meskipun ia dalam keadaan hamil, tetapi ia berhak mendapat warisan dari harta peninggalan suaminya dan berhak pula tinggal di rumah suami, bila ia tidak tinggal di rumahbersama atau rumahnya sendiri selama satu tahun.
Perempuan yang ditalak sebelum dicampuri, tidak mempunyai iddah. Oleh karena itu, ia tidakberhak untuk mendapatkan separo mahar yang telah diberikan oleh suaminya waktu akaadnikah dan juga berhak untuk mendapatkan muth’ah,baik berupa makanan, pakaian, uangdan lain-lain. Sehubungan dengan ini Allah berfirman dalam surat Al Baqoroh ayat 236 :

Artinya :”Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.”

dan surat Al Ahzab ayat 49 :
Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah[1225] dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.”

[1225] yang dimaksud dengan mut'ah di sini pemberian untuk menyenangkan hati isteri yang diceraikan sebelum dicampuri.

e. Hak dalam pengajaran
Di dalam Al Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang memerintahkan kaum muslim untuk menjadi umat yang cerdik pandai, umat yang lebih tinggi dari pada umat bangsa lain dan menjadi umat yang cakap dan cerdas, mengatur dan mengurus urusan dunia dan akhiratnya. Perintah itu tidak hanya diperuntukan bagi kaum laki-laki saja, tetapi kaum perempuanpun termasuk di dalamnya. Sementara banyak ayat Al Qur’an dan Hadis rasulullah Saw yang meletakan pengetahuan pada tingkat yang tinggi.
Di dalam surat Al jum’ah ayat 2 dan juga beberapa ayat lain dalam Al Qur’an , terdapat kata “Mengajarkan Al kitab” adalah mengajarkan menulis, sebab menulis sumber lahirnyabuku-buku, kemudian ini berarti sesuatu yang ditulis.
Nabi Muhammad Saw. Selalu mendorong para sahabat untuk belaja menulis yang diiperintahkan Allah Swt. Dalam surat Al baqoroh ayat 282 yang menyinggung tentang masalah penulisan dalam utang piutang.
Dalam Islam kaum perempuan diwajibkan menuntut ilmu sebagaiman disebutkan dalam hadis nabi Muhammad Saw. Sebagai penjelasan Al Qur’an, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.”
Hadis ini mencakup pengertian Muslkimat, berdasarkan kesepakaatan ulama’ meskipun muslimat itu tidak disebut atau dicantumkan dalam teks hadisnya. Hadis ini sanadnya shahih sanadnya, demikian disebutkan dalam kitab Al jami’us Shoghir dan ijma’ ulama’ yang juga dianggap sohih.
Islamtidak melarang kaum perempuan untuk memberi pengajaran.Di jaman permulaan Islam, banyak perempuan Islam yang terkenal alim, pandai dan cerdik serta ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan.mereka bukan hanya menjabat sebagai guru tetapi banyak pula yang mempunyai kedudukan yang setaraf mufti dalam urusan keagamaan dan hukum-hukumnya berkenaan dengan keperempuan.
Para istri nabu Saw. Dan para sahabat perempuan sepeninggal nabi Saw. banyak yang memberikan pengajaran kepada kaum muslim, terutama tentang hadis-hadis yang pada umumnya belum pernah didengaroleh kebanyakan para sahabat golongan laki-laki.
Pada masa tabi’in, tabi’in tabi’in dan seterusnya, tidak sedikit pula di antara para perempuan Islam menjadi ahli ilmu hukum keagamaan, ahli sastra, adab dan sebagainya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa Islam yang berpedoman pada Al Qur’an dan As sunnah itu tidak melarang kaum perempuan, bahkan mewajibkan ereka untuk menuntut segala cabang ilmu dan memberikan kebebasan untuk mengajarkan ilmu yang telah dikuasainya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pokok-pokok pikiran tentang Gender dalam Al Qur’an sudah diajrkan secara bijak dan tepat. Semoga bermanfaat. Amiiin.



DAFTAR PUSTAKA
Abduh Muhammad, Tafsir Al manar.
Al asy’ari Abu Bakar, Tugas Wanita dalam Islam
Asy Syal Jabir, Al Qur’an Berbicara Soal Wanita
Hamka, Prof. Dr. Kedudukan Perempuan dalam Islam
Shihab Quraysy, Konsep Wanita Menurut Qur’an, hadis dan Sumber-sumber ajaran Islam.


1 komentar:

Terimakasih pak Wahardi atas pencerahannya buat kami laki-laki dan perempuan muslim.Salam sukses selalu WI-Indonesia.

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 

Roam to Rome Blog- Moving to Italy, Travel, Studying in Italy.